Selasa, 25 Agustus 2009

BKD oh BKD

Kami sedikit sesalkan sikap tidak profesional di jajaran BKD Provinsi NTB, cq Bagian DIKLAT. Pasalnya beberap waktu lalu tepatnya bulan Mei 2009, BKD mengirimkan Surat Pengantar Penawaran S2 Pusbindiklatren, BAPPENAS ke seluruh SKPD Provinsi NTB dengan Nomor Surat 826/533/BKD/2009 tanggal 18 Mei 2009, dan Surat Pusbindiklatren BAPPENAS No. 1722/Ses/03/2009 Tanggal 18 Maret 2009 perihal Informasi Beasiswa Gelar Pusbindiklatren Bappenas Tahun 2010.
Segala persyaratan telah kami penuhi dengan target tidak melampaui batas akhir pengiriman ke Bappenas yakni tanggal 1 Agustus 2009. Untuk menjaga-jaga surat terlambat tiba di Bappenas, kami berusaha mengemail Bappenas sebagai pemberitahuan awal, sementara surat dan berkas remi lainnya akan menyusul secara kolektif melalui BKD Provinsi. Namun, kami sangat kecewa karena surat pengantar berkas resmi lamaran S2, tidak dikirim ke penyelenggara beasiswa dalam hal ini Bappenas, ironisnya berkas-berkas tersebut tidak ada di BKD Provinsi NTB. Kami sudah kontak dengan staf pengelola kediklatan BKD, namun mereka meminta kami untuk membuat berkas baru, dan dikirim langsung ke Penyelenggara dan BKD hanya menerima tembusan.
Lha ini gimana, semestinya ada pemberitahuan donk (minimal via telephone) kepada SKPD pengirim calon peserta, sementara penyelenggara yang kami hubungi tetap menyatakan, bahwa berkas lamaran yang dikirim melebihi batas waktu (1 Agustus 2009) tidak akan diproses, alias gugur. Apa iya kinerja BKD seperti ini yang bisa mengangkat visi NTB beriman dan berdaya saing?? Untuk diketahui, IPM kita masih bertengger sebagai runner-up dari bawah, urutan ke 32 dari 33 provinsi. Jadi untuk melanjutkan studi dengan memanfaatkan beasiswa Bappenas aja segitu rumitnya, apalagi bila menyentuh dana APBD provinsi pada SKPD ybs.
Jadi kami berkesimpulan, BKD tetap saja mematri slogan NTB dengan tetap berkonotasi "Nasib Tidak Baik" .
Celoteh ini coba kami kirimkan untuk kita renungkan bersama, dalam mewujudkan visi dan misi Gubernur terpilih perioda 2008-2013 "Mewujudkan masyarakat NTB yang beriman dan berdaya saing", sekedar menjadi cambuk untuk lebih bersikap profesional dan keberpihakan yang seimbang, dan sekedar melemparkan sedikit kekecewaan atas kecerobohan BKD. Jadi kami mohon kedepan untuk BKD dan jajarannya bisa lebih memprioritaskan kepentingan eksternal lembaga dalam upaya peningkatan sumber daya manusia daripada internal, karena kebutuhan peningkatan kapasitas SDM bukan hanya untuk BKD saja, tetapi merata untuk semua SKPD. Wassalam.

Kamis, 16 Juli 2009

SOSIALISASI KEGIATAN USAHA PENGOLAHAN MIGAS SERTA MUTU BBM, BBG DAN LPG

Mataram, 16 Juli 2009

Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan sumber daya Mineral, difasilitasi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB menggelar acara Sosiaisasi Kegiatan Usaha Pengolahan Migas serta Mutu BBM, BBG dan LPG. Acara dilaksanakan di Hotel Jayakarta, Jl. Raya Senggigi pada 16 Juli 2009. Acara dibuka oleh Ir. M. Hidayat – Ka Subdit Pengolahan Migas, Ditjen Migas – DESDM.

Adapun agenda sosialisasi yang dibawakan oleh 4 (empat) pemakalah antara lain:
1. Kebijakan Pemerintah di Sektor Hilir Migas dibawakan oleh Ir. M. Hidayat (Ditjen Migas)
2. Sepintas Pengelolaan Distribusi Migas di wilayah Nusa Tenggara oleh Pertamina Unit Bali dan NTB;
3. Kebijakan Pengawasan Distribusi dan mutu BBM, BBG dan LPG oleh .....
4. Kebijakan ....

Sosialisasi dilaksankan melalui pemaparan makalah dan diskusi panel yang dimoderatori oleh Kepala Bidang Energi, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB, Ir. Didik Agus Winarno.


Dari pertemuan tersebut dapat dipaparkankan beberapa hal antara lain:
1. Sosialisasi ini didasarkan pada UU 22 tahun 2001 tentang Migas, UU 30 tahun 2007 tentang Energi dan PP 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi yang di-Braekdown menjadi Kebijakan hulu (Petrolium Policy) dan Kebijakan Hilir (Fuels Policy);
2. Trend produksi minyak mentah Indonesia cenderung menurun, sampai dengan akhir 2008 Indonesia hanya menolah 60% produk minyak mentah dalam negeri, dan 40% lainnya diimpor untuk memenuhi pasokan kilang pengolah minyak bumi dalam negeri. Hal ini tentunya berakibat gangguan terhadap Reserve Oil Production, sehingga Pemerintah beupaya untuk mendorong penemuan sumber-sumber minyak serta wilayah kerja baru;
3. Jaminan pasokan bahan baku minyak mentah dalam negeri yang terbatas berpengaruh besar terhadap kebijakan makro, dimana demand saat ini tinggi, sementara di sisi Supply sangat terbatas, sementara produksi lifting minyak bumi menurun sehingga pemerintah kewalahan untuk memenuhi kabutuhan bahan minyak mentah untuk industri kilang;
4. Hal ini berakibat pada keamanan pasokan energi (Security Oil Supply) menjadi terganggu dan berbuntut pada Ketahanan Energi yang rapuh;
5. Terkait kebijakan konversi Minyak tanah ke LPG, beberapa hal yang melatar belakanginya:
a. Beban pemerintah atas susbsidi yang sangat besar yang menyebabkan dilakukannya paket kebijakan konversi;
b. Minyak Tanah diupgrade menjadi avtur dan didowngrade menjadi solar yang juga turut berperan dalam kelangkaan minyak tanah secara nasional;
c. Road map konversi Minyak Tanah ke LPG di NTB dijadwalkan 2010 atau paling terlambat 2011, karena berdasar peraturan perundangan yang berlaku, telah terjadi 3 kali percepatan yakni tahun 2015, turun lagi menjadi 2012 dan terakhir 2010;
d. Metoda konversi diterapkan dengan menurunkan subsidi secara bertahap, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi baik dari sisi demand maupun supply;
6. Security Oil Supply diupayakan untuk terus dipertahankan dengan menurunkan kebijakan Mandatory Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN), yang sudah mulai diimplementasikan. Namun kenyataan di lapangan banyak regulai-regulasi terkait yang belum disiapkan serta kesiapan daerah yang belum optimal;
7. Kebijakan harga bahan baku Industri BBN masih menjadi kendala;
8. Kebijakan integrasi antara ketahanan pangan dan ketahanan energi belum sejalan, contohnya: CVO Nabati disatu sisi bila diekspor memiliki nilai jual yang cukup tinggi sehingga bisa mendatangkan devisa bagi negara, namun disatu sisi supply bahan baku BBN akan menjadi langka, hal ini tentu berakibat pada goyahnya ketahanan energi;
9. Terakit kebijakan pengawasan distribusi, mutu BBM, BBG dan LPG khususnya di daerah, pemerintah perlu memikirkan kesiapan aparatur di daerah untuk dapat membantu implementasi perlindungan konsumen terhadap produk nasional, dengan meningkatkan kapasitas sumberdaya aparatur pengawasan melalui diklat teknis pengawasan migas;
10. Dalam investasi pengembangan usaha hilir minyak bumi, diperlukan satu instrumen regulasi dari pemerintah pusat yang teritegrasi serta berlaku menyeluruh sehingga tidak menghambat arus investasi di daerah, dan direkomendasikan kepada Pemda untuk tidak mempersulit investor dengan segala macam aturan yang memberatkan, dan sebaiknya memberikan kemudahan dengan membantu memfasilitasi investor guna mempercepat realisasi investasi yang berguna bagi kemajuan daerah itu sendiri.

Demikian beberapa hal yang bisa dipaparkan [Iqbal 2009]

Selasa, 28 April 2009

Pengumuman ulang prakulifikasi Pemilihan Langsung

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Jl. Majapahit No. 40 Telp. (0370) 621356, 625766

M A T A R A M

PENGUMUMAN ULANG PRAKUALIFIKASI PEMILIHAN LANGSUNG

Nomor : 03 /PanPel-CS/Distamben/IV/2009

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB mengundang Penyedia Barang/Jasa yang berminat mengikuti Prakualifikasi Pemilihan Langsung untuk Pekerjaaan Jasa Pemeliharaan Kantor/Cleaning Service pada kantor Dinas pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2009, sumber dana APBD T.A. 2009, dengan ketentuan sebagai berikut :

No.

Nama Pekerjaan dan Lokasi

Bidang Usaha

Perkiraan Nilai Pekerjaan

(Rp)

1.

Pemeliharaan Kantor (Cleaning Service) Pada Kantor Distamben Provinsi NTB

Jasa Kebersihan (Cleaning Service)

60.000.000,-

A. Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Prakualifikasi Pemilihan Langsung ;

Tanggal : 27 April s/d 29 April 2009

Waktu : 07.00 – 14.00 Wita (Senin – Rabu)

Tempat : Kantor Dinas Pertambangan da Energi Provinsi NTB

Jl. Majapahit No. 40 Mataram, Telp (0370) - 621356

II Syarat – syarat pendaftaran :

a. Menyerahkan rekaman SIUP Bidang Usaha Jasa Kebersihan (Cleaning Service), Golongan Usaha Kecil yang masih berlaku;

b. Untuk point a pada saat pendaftaran harus menunjukkan yang asli;

c. Bagi rekanan yang mewakilkan pendaftaran harus membawa Surat Kuasa (bermaterai Rp. 6000) dari pimpinan perusahaan;

d. Hal-hal yang belum jelas dapat ditanyakan pada panitia.

Demikian untuk menjadi perhatian dan atas minat Saudara kami sampaikan terima kasih.

Mataram, 25 April 2009

Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa

ttd

Kun Dwi Santoso, BE

NIP. 196007131987031010

Kamis, 02 April 2009

PUTUSAN ARBITRASE SENGKETA DIVESTASI SAHAM

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA


SIARAN PERS
NOMOR : 23/HUMAS DESDM/2009
Tanggal : 1 April 2009

PERIHAL
PUTUSAN ARBITRASE SENGKETA DIVESTASI SAHAM
PT NEWMONT NUSA TENGGARA
 

Berdasarkan proses arbitrase penyelesaian sengketa divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang telah dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 8 sampai dengan 13 Desember 2008 di bawah prosedur  arbitrase United Nation Commission on International Trade Law (UNCITRAL), Majelis Arbitrase (Arbitral Tribunal) pada tanggal 31 Maret 2009 telah mengeluarkan putusan akhir (final award), yang pada pokoknya memenangkan Pemerintah Republik Indonesia.

Majelis Arbiter yang terdiri dari panel yang dikenal secara internasional, menyatakan sebagai berikut :


 

1         Memerintahkan PT NNT untuk melaksanakan ketentuan pasal 24.3 Kontrak Karya.

2        Menyatakan PT NNT telah melakukan default (pelanggaran perjanjian)

3        Memerintahkan kepada PT NNT untuk melakukan divestasi 17% saham, yang terdiri dari divestasi tahun 2006 sebesar 3% dan tahun 2007 sebesar 7% kepada Pemerintah Daerah. Sedang untuk tahun 2008 sebesar 7%, kepada Pemerintah Republik Indonesia. Semua kewajiban tersebut diatas harus dilaksanakan dalam waktu 180 hari sesudah tanggal putusan Arbitrase. 

4        Saham yang didivestasikan harus bebas dari gadai ("Clean and Clear") dan sumber dana untuk pembelian saham tersebut bukan menjadi urusan PT NNT.

5        Memerintahkan PT NNT untuk mengganti biaya-biaya yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah untuk kepentingan Arbitrase dalam perkara ini, dan harus dibayar dalam tempo 30 hari sesudah tanggal putusan Arbitrase.

 
 

Kepala Biro Hukum dan Humas



Sutisna Prawira

Sumber: www.esdm.go.id

Rabu, 01 April 2009

Sosialisasi Rencana Kegiatan dan Anggaran PT NNT tahun 2009

Distamben NTB, [Kamis, 2 April 2009].
Dinas Pertambangan da Energi Provinsi NTB, memfasilitasi pertemuan Sosialisasi Rencana Kegiatan dan Anggaran PT Newmont Nusa Tenggara tahun 2009, yang rencananya dibuka oleh Wakil Gubernur NTB, namun digantikan oleh Staf Ahli Pemprov NTB Bidang Pariwisata dan Investasi. Dalam kesempatan itu, Pemprov NTB meminta perlu dicarinya jalan tengah, dengan melihat secara obyektif dan proporsional permasalahan yang sehingga didapat kesamaan persepsi dan tindak lanjut yang sejalan dalam menuntaskan masalah izin pinjam pakai kawasan hutan, yang masih menyulitkan gerak PT. NNT kedepan.
Presentasi jajaran manajemen PT. NNT dipaparkan dengan menampilkan beberapa pembicara diantaranya:

Rapat sosialisasi dibuka dan dimoderatori langsung oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB, Ir. Heryadi Rachmat, MM, didampingi Kepala Bidang Pertambangan Umum, Ir. Muhammad Husni, MSi serta dihadiri oleh Perwakilan Dinas Pertambangan Kab. Sumbawa Barat, Kab. Sumbawa, Bappeda Provinsi NTB, Badan Penanaman Modal Daerah Prov. NTB, Dinas Kehutanan Prov. NTB, Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Prov. NTB, Biro Ekonomi Setda Provinsi NTB dan lain-lain.
Dalam rapat tersebut memfokuskan bahasan antara lain:
• Melakukan penambangan sesuai rencana 119 Juta ton dengan cara yang aman dan efesien.
• Meningkatkan bijih yang digiling (mill throughput) dengan sasaran mencapai 39,3 juta ton dengan cara yang aman dan efesien.
• Dan memfokuskan pada perolehan metalurgis rata-rata sebesar 88% tembaga, 79% emas, 85% perak.
• Melanjutkan kegiatan ekplorasi dengan melakukan studi literatur dan mereview data geologi yang didapat sebelumnya. Kegiatan eksplorasi lapangan akan dilakukan setelah semua perizinan didapatkan oleh PTNNT
Adapun Rencana Kegiatan dan Anggaran PT NNT tahun 2009 secara singkat diuraikan sebagai berikut:
Rencana 2009
Penambangan (ribuan ton)
Batuan Buangan 5.591
Bijih 113.525
Total 119.115

Pengolahan (ribuan ton)
Bijih diolah 39.298

Kadar
Tembaga % 0,60
Emas gpt 0,49
Perak gpt 1,40

Recovery %
Tembaga 87,7%
Emas 78,7%
Perak 84,6%

Produksi Logam
Tembaga (juta pound) 455
Emas (ribu ounces) 486
Perak(ribu ounces) 1.494

Penggunaan Tenaga Kerja
Expats 60
Nasional 4.099


Rencana Kegiatan lainnya:
Rencana Pemantauan Lingkungan
• Melanjutkan Program 2008,
• Implementasi ketentuan izin Penempatan Tailing di Dasar Laut (Kep-MenLH 236/2007), termasuk survey laut dalam (deep sea survey),
• Mengkaji/membuat Kebijakan dan Prosedur,
• Melanjutkan pengelolaan air asam tambang.
• Penerapan Sertifikasi ISO14001
Rencana Pengelolaan Lingkungan:
 De-aeration box
 Pencegahan korosi sistem perpipaan tailing
 Pemasangan pipa laut baru (HDPE) dan survey pipa laut
 Titik penempatan tailings : 125 m dpl
 Pelaksanaan inspeksi teratur
 Perawatan koridor pipa
 Pencegahan material asing masuk ke sistem pipa tailing
 Pemberian tanda khusus pada pipa, sesuai “status perhatian”
Kesehatan Masyarakat
• Kesehatan Ibu dan Anak
• Pengelolaan air bersih dan sanitasi
• Pencegahan dan penanganan gizi buruk
• Peningkatan Pustu dan Puskesmas
• Penanganan penyakit menular
Pengembangan Pendidikan
• Beasiswa, bantuan pendidikan, penelitian siswa, perpustakaan sekolah
• Asrama Sekolah
• Pelatihan Guru, Pelatihan Kejuruan, Penguatan Kelembagaan
• Pendampingan program bimbingan belajar bagi siswa SLTP dan SLTA kelas 3
Pengembangan Usaha Lokal
• Usaha kecil, pemrosesan makanan, promosi pariwisata, Penguatan KSM
• Pelatihan dan pembimbingan untuk para pengusaha kecil
• Penguatan lembaga kelompok swadaya masyarakat (KSM)
• Pembelian barang dan Jasa
Pengembangan Pertanian
• Peningkatan budi daya ikan tambak
• Intensifikasi palawija dan lahan kering
• Penyuluhan dan pendampingan petani SRI
Proyek Infrastruktur:
• Irigasi Lang Murus Tahap Ketiga dan Lang Jorok, Jereweh
• Balai Latihan Kerja Tahap Kedua, Jereweh
• Gedung Serba Guna, Jereweh
• Gedung Serba Guna, Benete
• Rehabilitasi MTS Al Qalam Tahap Kedua, Jereweh
• Pengaspalan Jalan Desa, Maluk dan Benete
• Lapangan Basket dan Tenis, Maluk
• Rumah Sehat, Tongo dan Sekongkang
• Perbaikan Pasar, Maluk
• Saluran Irigasi Plampok Tahap Ketiga, Sekongkang
• Drainase Desa, Aik Kangkung dan Sekongkang
• SDN, Labuan Lalar
• Penambahan Ruang Rawat Inap Puskesmas, Jereweh
• MCK, Sekongkang, Aik Kangkung dan Labuan Lalar
• Pemagaran Lapangan Bola, Tongo, Beru dan Goa
• Pemagaran Sekolah, Maluk dan Sekongkang
• Pemagaran Rumah Ibadah, Tongo dan Tatar
• Perawatan Saluran Irigasi, Aik Kangkung
• Rumah Potong Hewan, Maluk
• Pemagaran Puskesmas, Maluk
• Pemagaran Pustu, Tongo
• Air Bersih, Tongo dan Sekongkang
• Jalan Usaha Tani, Jereweh dan Sekongkang
• Penataan Lahan SMAN, Sekongkang
• Taman Kanak-kanak, Jereweh
• Perawatan Pantai, Maluk dan Benete
• Kantor Desa, Maluk

Permasalahan dan Penanganan:
• Izin Pinjam Pakai PTNNT diperoleh pada 1997 berlaku 20 tahun.
• Ditindaklanjuti dengan Perjanjian Pinjam Pakai yang ditandatangani tahun 1997 dan diperbaharui pada tahun 2000.
• Evaluasi perpanjangan dilakukan setiap 5 tahun dan pada tahun 2005 Departemen Kehutanan telah menyelesaikan evaluasi.
• Namun sampai saat ini perpanjangan perjanjian belum diperoleh.
• Sebuah Tim Terpadu sudah dibentuk oleh Menteri ESDM untuk mengatasi masalah ini.
• Tim ini saat ini tengah bekerja untuk penyelesaian masalah ini.

Dampak belum didapatkannya perpanjangan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
- Penyelesaian pekerjaan pengendalian lingkungan (Potensi pelanggaran aturan lingkungan dan komitmen dalam AMDAL)‏:
- Tidak dapat membangun struktur-struktur untuk meningkatkan kontrol terhadap aspek lingkungan tambang.
- Tidak dapat membangun struktur-struktur untuk membantu dalam pemisahan antara air bersih dan air asam tambang.
- Saluran pengalih yang tertunda adalah pembuatan saluran pengalihan Barakebo. Saluran ini telah direncanakan untuk dibangun dalam usaha mengurangi potensi meluapnya tempat penumpukan air tambang di Santong 3 pada saat musim hujan.



Potensi dampak negatif bagi:
• Pemerintah Indonesia
• Perusahaan dan Karyawan
• Masyarakat
• Lain-lain

• Akibat penundaan persetujuan perjanjian Pinjam Pakai, pengurangan kegiatan penambangan akan berlanjut. Kiranya pada bulan Agustus 2009 ada pengurangan Dump Truck sehingga hanya 75 unit yang beroperasi. Pada tahun 2010 kwartal-4 kebutuhan Dump Truck akan berkurang sampai yang dibutuhkan kurang dari 20 unit beroperasi.
• Perubahan kegiatan penambangan dengan skala seperti ini bukan hanya mengakibatkan pengurangan kebutuhan tenaga kerja di tambang tapi juga terjadi di bagian-bagian sektor pendukung operasi tambang.
• Akhirnya ini mengakibatkan pengurangan kebutuhan tenaga kerja di seluruh PTNNT serta perusahan kontraktor dan pelayanan jasa. Juga penurunan kegiatan pengusahaan lokal akan terjadi.


Reported by: Iqbal

Keputusan Akhir Perkara Arbitrase UNCITRALPemerintah RI vs PT NNT

MAJELIS ARBITER MEMUTUSKAN DAN MEMERINTAHKAN SEBAGAI BERIKUT:


 

  1. PT Newmont Nusa Tenggara wajib untuk menjamin bahwa semua saham yang akan ditransfer kepada Pemerintah RI berdasarkan Pasal 24.3 Kontrak Karya ditawarkan tanpa ada beban gadai, setidaknya tanpa kewajiban untuk menggadai ulang saham tersebut kepada Senior Lenders sesudah saham tersebut diserahkan.
  2. PT Newont Nusa Tenggara wajib menyerahkan:
  • 3% Divestasi Saham tahun 2006 dan
  • 7% Divestasi saham tahun 2007

kepada Pemerintah Daerah NTB, KSB dan KS atau kepada perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. Pengaturan sumber keuangan oleh Pemerintah Daerah dan/atau perusahaan termaksud bukan urusan PT Newmont Nusa Tenggara.

  1. Mengenai divestasi 7% saham tahun 2008, PT Newmont wajib mentransfer saham ini kepada Pemerintah, yaitu Pemerintah RI atau Pemerintah Daerah atau perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah RI atau Pemerintah Daerah jika, sesudah adanya persetujuan mengenai harga transfer, Pemerintah melaksanakan haknya berdasarkan Pasal 24.3 Kontrak Karya.
  2. PT Newmont Nusa Tenggara diberi waktu 180 hari sesudah pemberitahuan Keputusan Arbitrase ini kepada Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kesalahan seperti yang diperintahkan dalam angka 1 sampai 3 di atas.
  3. Biaya
  1. PT Newmont Nusa Tenggara diperintahkan untuk membayar kepada Pemerintah RI dalam jangka waktu 30 hari sesudah pemberitahuan keputusan ini sejumlah USD 194.396,25 untuk ongkos arbitrase, dengan bunga 6% per tahun terhitung November 2008.

Kamis, 19 Maret 2009

NJELIMET AMAT

Dalam rangka penyusunan Lakip Provinsi NTB 2008, terdapat beberapa hal yeng perlu diperhatiakan terutama oleh Tim Penyusun yang dikoordinasikan oleh Biro Organisasi, Setda Provinsi NTB dengan aistensi pendampingan BPKP. Kami kemukakan beberapa hal yang perlu dicermati dan diperhatikan terutma pada pada bagian entry data al:

  1. Dalam penerimaan data softcopy dari masing-masing SKPD, selama format yang dipersyaratkan sudah benar, lantas tidak harus persis seperti yang dibuat pada Biro Organisasi. Masa iya harus persis, kolom dan baris yang dibuat oleh Biro Ortal mutlak harus diikuti SKPD nggak boleh berimprovisasi. Yang benar aja?? Itu artinya mau enaknya sendiri dan terima matang.
  2. Entry data harus lebih banyak belajar dan bersikap. Sebagai seorang operator ... katakanlah sang jawara di lingkungan Setda sakmestinya anda harus bisa mengkonversikan dengan jalan yang jauh lebih simple ketimbang harus memaksakan kehendak anda agar memudahkan entry data SKPD. Yang kreatif donk...? percuma anda diberikan tunjangan kelebihan beban kerja, kalo Cuma mengkonversi anda nggak bisa. Belajar yang banyak yaa? Jangan Cuma main game bola didepan monitor.
  3. Surat permintaan data yang bertubi-tubi dengan tema dari itu ke itu juga tidak terkoordinasikan dengan baik, terutama internal Setda. Satu format data bisa diminta dalam waktu bersamaan, antara Biro Ortal, Biro Adm Pem dan Biro Keuangan. Apa nggak ada jalinan Sistem koordinasi yang terintegrasi dalam satu atap dibawah bendera Setda?

Untuk Sementara itu saja, saran dari kami untuk lebih mematangkan sistem kinerja yang ada di biro yang seolah menjadi penghambat percepatan penyusunan Lakip Provinsi NTB 2008.

Terimakasih untuk mau ndengerin saran dan kritik. Kalo nggak .... ya terserah Maudi aja.....

Rabu, 18 Maret 2009

RANCANGAN PERUNDANGAN TATA RUANG NTB

Tunggu khabar berikut

Kalo udah begini, masukkan saja artikelnya ... khan gamoang

Selasa, 17 Maret 2009

EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN PEMDA

Guna mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah yang sejalan dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif dan efisien sesuai prinsip tata pemerintahan yang baik, Kepala Daerah wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan dimaksud dalam bentuk LPPD, LKPJ dan Informasi LPPD. Bagi Pemerintah Pusat, LPPD dapat dijadikan salah satu bahan evaluasi untuk keperluan pembinaan terhadap pemerintah daerah.

Salah satu Tujuannya adalah untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang telah direncanakan.

Ada pun pedoman penyusunan LPPD dan Pedoman Evaluasi LPPD tersebut di atas telah diatur dalam PP 3 tahun 2007 dan PP 6 tahun 2008. Kedua PP tersebut mengamanatkan perlunya aturan lebih lanjut khususnya mengenai indikator kinerja kunci (IKK) untuk menilai aspek pada tataran pengambil kebijakan daerah dan tataran pelaksana kebijakan daerah, di antaranya "Petunjuk Teknis Penyusunan Suplemen LPPD Tahun 2007 " yang diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam menyusun suplemen LPPD tahun 2007 dan Pemerintah (Tim Evaluasi) dalam melakukan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) provinsi, kabupaten/kota tahun 2007.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pedoman penyusunan LPPD dan pedoman EPPD tersebut di atas telah diatur dengan PP No 3 tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat; dan PP no 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;. Peraturan pemerintah tersebut mengamanatkan perlunya aturan lebih lanjut khususnya mengenai indikator kinerja kunci untuk menilai aspek pada tataran pengambil kebijakan daerah dan tataran pelaksana kebijakan daerah.

Tahap Persiapan. Sesuai ketentuan, di tingkat Pusat, Tim Evaluasi LPPD diketuai Mendagri, dengan anggota di antaranya Menpan, Menkeu, Menkumham, Mensesneg, Meneg PPN/Kepala Bappenas, BKN, Kepala BPKP, BPS dan LAN. Di tingkat provinsi, Tim Evaluasi LPPD diketuai oleh Sekda Provinsi, dengan sekretaris Kepala Bawasprop/Inspektur Propvinsi, dan anggota-anggota: Kepala Bappeda, Kepala Perwakilan BPKP dan Kepala BPS Propinsi. Pada tataran kabupaten/kota, sesuai ketentuann di atas, dibentuk Tim Penilai SKPD, yang diketuai oleh Sekdakab/kota, dengan sekretaris Kepala Bawaskab/kota dan anggota-anggota: Kepala Bappeda, Kepala BPS Kabupaten/Kota dan Kepala SKPD terkait.

Sesuai dengan Pasal 29 PP 6 tahun 2008 tersebut menyatakan bahwa Tim Nasional EPPD menyusun IKK untuk menilai aspek pada tataran pengambil kebijakan daerah; dan indikator kinerja kunci untuk menilai aspek pada tataran pelaksana kebijakan daerah untuk masing-masing urusan pemerintahan.

IKK itu disusun berdasarkan aspek penilaian dengan mempertimbangkan: kesesuaian kebijakan daerah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan kesesuaian kebijakan daerah dengan kepentingan umum serta disusun berdasarkan usulan indikator kinerja kunci yang diterima dari menteri/pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen.

Namum, sampai dengan saat penyusunan petunjuk teknis tersebut, penetapan Tim Nasional EPPD dimaksud masih dalam peroses penetapan sehingga penyusunan indikator kinerja kunci untuk menilai aspek pada tataran pengambil kebijakan daerah; dan IKK untuk menilai aspek pada tataran pelaksana kebijakan daerah untuk masing-masing urusan pemerintahan belum dapat dilaksanakan. Begitu juga di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, Tim dimaksud belum terbentuk.

Departemen Dalam Negri cq Dirjen Otda, telah berupaya membangun indikator kunci dimaksud, dengan mengirimkan surat (Februari 2008) kepada setiap kementerian/LPND yang terkait dengan urusan pemerintahan yang memerlukan IKK untuk memberikan indikator kinerja kunci urusan pemerintahan sesuai dengan kewenangannya. Namun, sampai dengan penyusunan petunjuk teknis tersebut tidak satu pun kementerian/LPND yang menyampaikan IKK yang diperlukan.

Departemen Dalam Negri cq Dirjen Otda bekerja sama dengan instansi terkait yaitu Departemen Keuangan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Negara/Badan Perencanaan Nasional, BPKP, LAN, BPS dan Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) serta CIDA dan GTZ telah menyusun "Petunjuk Teknis Penyusunan Suplemen LPPD Tahun 2007" yang diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam menyusun suplemen LPPD tahun 2007 dan Pemerintah (Tim Evaluasi) dalam melakukan evaluasi atas LPPD pemerintah provinsi, kabupaten/kota tahun 2007.

Tiga Kelompok IKK. IKK terbagi dalam tiga kelompok, yaitu tataran pengambil kebijakan, tataran pelaksana kebijakan dan aspek standar pelayanan minimal (SPM). Indikator kinerja kunci pada tataran pengambilkebijakan meliputi 13 aspek penilaian sebagai mana diamanatkan dalam Pasal 18 PP 6 Tahun 2008 yang ditujukan kepada seluruh LPPD pemerintah daerah yaitu Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota.

IKK pada tataran pelaksana kebijakan meliputi sembilan aspek penilaian sebagai mana diamanatkan dalam Pasal 19 PP 6 Tahun 2008 yang ditujukan kepada seluruh LPPD pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota. Ada pun uraian aspek penilaian tersebut adalah sebagai berikut: kebijakan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan; ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; tingkat capaian SPM; penataan kelembagaan daerah; pengelolaan kepegawaian daerah; perencanaan pembangunan daerah; pengelolaan keuangan daerah; pengelolaan barang milik daerah; dan pemberian fasilitasi terhadap partisipasi masyarakat.

Indikator kinerja SPM disusun berdasarkan urusan wajib dan urusan pilihan dan ditujukan kepada seluruh LPPD pemerintah daerah yaitu Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota. Ada pun urusan wajib dan urusan pilhan yang ditetapkan SPMnya. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa direncanakan akan mengumumkan hasil evaluasi LPPD tahun 2007 pada 29 April 2009. Oleh karena itu, Tim sudah harus menyampaian laporan dilakukan paling lambat minggu ketiga September 2008.

Sehubungan dengan belum tersusunnya IKK atas aspek-aspek penilaian atas kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diamanatkan dalam PP 6 tahun 2008, mengakibatkan evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD) melalui LPPD tahun 2007 belum dapat dilakukan.

Oleh sebab itu, dalam rangka EKPPD terhadap LPPD tahun 2007 Depdagri, melalui SE tanggal Agustus 2007 telah menyarankan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota untuk mengambil langkah-langkah. Pertama, bagi pemerintah daerah yang telah menyusun LPPD tahun 2007 berdasarkan format LPPD sebagaimana diatur dalam PP 3 Tahun 2007, membuat suplemen LPPD tahun 2007 sesuai dengan petunjuk teknis penyusunan suplemen LPPD Tahun 2007.

Kedua, bagi pemerintah daerah yang telah menyusun LPPD tahun 2007 namun belum berdasarkan format LPPD sebagaimana diatur dalam PP 3 Tahun 2007 serta bagi pemerintah daerah yang belum membuat LPPD tahun 2007, menyusun LPPD tahun 2007 sesuai dengan format LPPD dalam petunjuk teknis penyusunan suplemen LPPD Tahun 2007

Ketiga, mengingat sangat mendesak dan pentingnya LPPD Tahun 2007 sebagai dasar Pemerintah dalam EKPPD yang hasilnya bermanfaat dalam rangka pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah serta mengisi Hari Otonomi Daerah yang akan di selenggarakan pada tanggal 25 April 2009, diharapkan Pemda meningkatkan kapasitas dalam melakukan evaluasi mandiri (self-assesment) dalam rangka penyusunan LPPD yang akuntabel.

Dan keempat, untuk tercapainya tujuan peningkatan kapasitas sebagaimana dimaksud pada butir ketiga, diharapkan Pemda dapat melakukan kerja sama dengan Perwakilan BPKP setempat dalam rangka self-assesment dan membantu tugas Gubernur selaku wakil Pemerintah melakukan evaluasi terhadap LPPD Kabupaten/Kota.

Sumber:berbagai media

Senin, 16 Maret 2009

Pencerahan atas Renstra SKPD 2009-2013

Dengan visi dan misi pasangan terpilih pada Pilkada 2008 lalu, pasangan KH. Zainul Majdi, MA dan Ir. H. Badrul Munir, MM yang mengusung visi mewujudkan masyarakat NTB yang beriman dan berdaya saing, maka kedepan seluruh SKPD merubah haluan menyesuaikan visi dan misi agar sejalan dengan visi gubernur NTB peeriode 2009-2013.
Walhasil, dibentuklah tim penyusunan Renstra SKPD 2009-2013 pada Distamben Prov. NTB, dengan mengusung visi "Menjadikan Distamben sebagai pengelola ESDM yang utama di Nusa Tenggara". Penyusunan Kali ini, melibatkan semua unit teknis, non teknis dan balai dilingkungan dinas pertambangan dengan menghadirkan narasumber yang kompten dari WI Provinsi NTB, Bapak Darmansyah. Walaupun dalam beberapa kali rapat pembahasan berjalan alot, karena penguasaan esensi renstra belum sepenuhnya diketahui peserta, setidaknya dengan kehadiran beliau sebagai narasumber sekaligus pengarah, cukup membuka wawasan dan paradigma yang terkungkung selama ini. Mengapa...? Karena baru menginjak pada misi, sudah tampak ego sektor yang ditonjolkan, pendeknya 'ini lho gue punya peran'. Dengan pencerahan yang ada, setidaknya disadari bahwa dalam melangkah mengaktualisasikan renstara kedepan dimulai dari visi, misi (nilai), tujuan, sasaran dan kebijakan merupakan pola kebersamaan dalam memperkuat integritas dan eksistensi dinas ke masa depan, ketika telah memasuki Program dan kegiatan silakan cari jalan masing-masing sesuai koridor untuk menggapai sasaran menuju tujuan yang sama sehingga visi dan misi dapat terwujud dan teraktualisasi.

Kehadiran Kepala Dinas, selaku nakhoda dinas sangatlah diharapkan, karena visi yang diusung merupakan produk Kepala SKPD yang secara normatif sebuah harga mati yang tidak bisa didemokratisasikan. Karena beliaulah yang menjadi juru mudi yang mengarahkan kemana kapal akan dibawa berlayar. Kapal bisa saja terbawa arus yang tak sebanding dengan kekuatan mesinnya, maka diperlukan beberapa Mualim dan juru mesin untuk membantu mengoptimalakan kinerja mesin kapal.
Manakala kapal terperangkap badai di tengah lautan yang luas, sementara para mualim dan seluruh ABK akan berusaha menyelamatkan kapal untuk terhindar dari bahaya. Bila usaha tersebut belum memadai, maka cobalah untuk berpandu pada kompas guna menemukan jalur yang lebih aman, minimal terkena imbas namun tidak fatal. Tetapi, bila sang nakhoda membenturkan kapal ke gunung es, maka pecahlah sang Titanic, maka para penumpang kapal akan berusaha menyelamatkan diri masing-masing.
Syukur-syukur ada kapal penyelamat yang melintas. Yang bisa berenang patut bersyukur, tapi kalo yang nggak bisa ya.. wassalam. Demikian sedikit tamsil yang bisa saya lontarkan, sebagai sebuah pengantar atas penyusunan Dokumen Rencanan Strategis Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB 2009-2013, dengan menyimak tragedi Titanic sebagai sebuah perumpamaan.
[Pro Admin]


Source: www.Starway.com

Jumat, 13 Maret 2009

DISCIPLINE DISTOLERANCE

Sejak Maret 2009, masalah apel pagi dan apel siang mencuat lagi ke permukaan. Kinerja pegawai mulai di re-evaluasi untuk mengaktualisasi kelayakan mendapatkan tunjangan Kinerja daerah (TKD). Bagi Dinas Pertambangan dan Energi diputuskan untuk masuk hari kerja dan mengikuti apel pagi tepat pukul 07.00 wita dan absen di tempat tanpa toleransi sama sekali.

Bagi karyawan yang rumahnya dipinggiran kota kontan harus pontang-panting mengejar apel pagi agar TKD tidak dipotong. Tak ayal lagi, banyak juga pegawai yang menerobos trafict light dan bahkan diintai maut di jalan raya, karena kendaraan over populasi pada saat jam demikian. Beberapa kecelakaan lalulintas terjadi juga pada beberapa pegawai dinas pertambangan karena harus mengejar apel pagi.

Apakah tidak perlu direviu lagi....? sebab beberapa instansi Pemprov lainnya memiliki tolerasi juga atas absen kahadiran ini. Tetangga kita di barat, timur dan utara menerapkan apel pagi dimulai jam 07.15 Wita absen di tempat, lembar absen baru dinaikkan ke TU atau keuangan jam 07.30. Jadi toleransi masih diberlakukan, tentu ini merupakan kearifan lokal yang perlu dipertimbangkan.

Konsekwensi dari keterlambatan tidak memiliki kriteria yang jelas, tidak apel pagi berarti dianggap mangkir 1 hari, dan TKD dipotong sekian persen. Bagaimana dengan Shift 7-0-2 ...? artinya masuk persis jam 07.00 namun tidak satupun indikator kegiatan yang bisa dihasilkan dan ketika jam 14.00 tiba turut juga absen. Sesungguhnya apa yang kita kejar....? Ask your selves?

Dengan kearifan lokal yang telah dibuat kaku dan tidak elastis, maka kedepan jangan berharap semua kegiatan baik perintah dari atasan maupun jalinan mitra keluar harus dibatasi pula sampai jam 14.00 dan tidak ada toleransi. Masalah keterlambatan untuk menindak lanjuti permintaan data ataupun laporan akan dijadikan nomor enam belas ... sudah pasti ini merupakan toleransi juga.

Bagaiman pula dengan pegawai yang memiliki beban kerja lebih, semisal di bagian keuangan yang harus mengurus tetek bengek permintaan penyelesaian keuangan dan harus bekerja over time ..... ahh tetap aja tidak ada toleransi, yang tidak apel berarti terlambat. Kalo dah terlambat yaa dianggap mangkir. Jadi .... rajin tidak rajin sama aja. Rajin tidak rajin dapatnya sama.

Rajin dalam arti semua target dan tolok ukur kegiatan dapat diselesaikan meskipun harus bekerja over time. Jadi di Dinas kita hanya menggaris bawahi Punishment saja .... dan melek sebelah mata akan reward yang pantas. Tull nggak....?!

Percuma aja udah disiplin namun target dan sasaran kegiatan tidak tercapai, akhirnya teguran dari atas sampailah dihadapan. You mesti gini lagi gitu lagi ... ayo rekan-rekan berpacu dalam kinerja?

[Cuah Nekade]

Senin, 02 Maret 2009

NASKAH AKADEMIK RAPERDA PENGELOLAAN AIRTANAH

NASKAH AKADEMIK


 

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

NOMOR    : TAHUN 2009


 

TENTANG

PENGELOLAAN AIR TANAH

DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT


 


 

  1. LATAR BELAKANG

Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, karena fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Oleh karena itu air tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, sehingga selalu tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk seluruh masyarakat. Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan serta pengentasan kemiskinan dan kelaparan.

Salah satu
agenda deklarasi "Millenium Development Goals (MDG'S)", yakni agenda No. 7 adalah "Ensure Environmental Sustainability", yaitu diantaranya meningkatkan pelayanan agar pada tahun 2015 dapat mengurangi separuh proporsi penduduk yang saat ini belum memiliki akses air minum yang berkelanjutan.

Air tanah tersimpan dalam lapisan tanah mengandung air yang terbentuk melalui daur hidrologi. Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, akan tetapi tidak di setiap tempat terdapat air tanah, tergantung pada sifat fisik tanah dan batuan, terutama kesarangan dan kelulusannya, serta curah hujan.

Pengambilan air tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum, rumah tangga maupun pembangunan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan. Hal ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang dapat merugikan apabila tidak dikelola secara bijaksana.

Pengambilan air tanah yang melampaui kemampuan pengimbuhannya akan mengakibatkan krisis air tanah dan gejala kemerosotan lingkungan lainnya seperti penurunan muka air tanah, penurunan permukaan tanah serta penyusupan air laut pada daerah pantai. Apabila kondisi tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan rangkaian kerugian lain yang lebih besar, misalnya kelangkaan air, terhentinya kegiatan industri secara tiba-tiba, kerusakan bangunan dan meluasnya daerah banjir.

Karena berada di bawah tanah, maka kerusakan air tanah tidak akan langsung terlihat. Kondisi dan lingkungan air tanah yang rusak sangat sulit untuk direhabilitasi atau dipulihkan. Walaupun secara teknis air tanah termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, pemulihan kerusakannya memerlukan waktu yang sangat lama, sedangkan air merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap saat. Dengan sifat-sifat dan karakter seperti ini, maka pengelolaan air tanah memerlukan pengaturan yang bersifat khusus didasarkan pada kaidah-kaidah geologi dan karakteristik air tanah meliputi keterdapatan, ketersediaan, penyebaran, dan kualitas air tanah serta lingkungan keberadaannya.

Cekungan air tanah tidak selalu sama dengan batas administrasi, bahkan suatu wilayah cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah administrasi Kabupaten/Kota, sehingga pengelolaan air tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yaitu mencakup kawasan pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan. Oleh karena itu pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama pemerintah Kabupaten/Kota agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu dalam satu wilayah cekungan air tanah.

Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah yang mencakup inventarisasi, konservasi dan pendayagunaan air tanah perlu diarahkan untuk mewujudkan kelestarian, kesinambungan ketersediaan serta kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.


 

  1. DASAR PERATURAN

    a. Undang – Undang Dasar 1945

    Air tanah merupakan Karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu menjadi kewajiban kita bersama untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut secara bijaksana bagi sebesar besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 Ayat (3).


 

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air telah mengatur landasan pokok dalam pengelolaan air tanah. Dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan air tanah berdasarkan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah lintas Kabupaten / Kota merupakan kewenangan Gubernur yang perlu diatur.

Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air meliputi:

  • cekungan air tanah dalam satu kabupaten / kota;
  • cekungan air tanah lintas kabupaten / kota;
  • cekungan air tanah lintas provinsi; dan
  • cekungan air tanah lintas negara;

Cekungan air tanah merupakan dasar penentuan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf (g), Pasal 15 huruf (g) dan Pasal 16 huruf (f) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Karena wilayah cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah administrasi Kabupaten/Kota, maka pengelolaan air tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yang pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama pemerintah Kabupaten/Kota agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu.


 

c. Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah

Mengatur tentang Kebijakan Teknis Pengelolaan Air Tanah yang terpadu sebagai bagian dari Kebijakan Sumber Daya Air. Kebijakan teknis tersebut didasarkan pada Cekungan Air Tanah yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Kebijakan Teknis ditujukan sebagai arahan dalam penyelenggaraan Konservasi air tanah, Pendayagunaan air tanah, Pengendalian daya rusak air tanah, Sistem informasi air tanah dengan memperhatikan kondisi air tanah setempat.

Kebijakan teknis tersebut dituangkan dalam Strategi Pengelolaan Air Tanah sebagai bagian dari Pola Pengelolaan Sumber Daya Air.

Strategi Pengelolaan kemudian dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Air Tanah sebagai bagian dari Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, baik air tanah, air permukaan, air hujan dan air laut.


 

d. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.

Selama peraturan pelaksanaan PP 43 Tahun 2008 belum diundangkan, maka pedoman teknis mengacu pada Kepmen No 1451 Tahun 2000.

Kepmen ini mengatur tentang pengelolaan air bawah tanah, termasuk mengenai cekungan air bawah tanah yang melintasi batas wilayah. Pada Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota ditetapkan oleh masing-masing Gubernur atau Bupati/Walikota berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur.

Keputusan ini juga memuat kegiatan dan pelaksanaan pengelolaan air bawah tanah.


 


 

  1. KONDISI CEKUNGAN AIR TANAH DI NUSA TENGGARA BARAT

    Di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat 9 (sembilan) cekungan air tanah (CAT) yaitu :

No 

Nama CAT 

Luas (km2)

Potensi (juta m3/tahun)

   

Air tanah bebas 

Air tanah tertekan 

1 

Mataram – Selong

2366

662

8

2 

Tanjung – Sambelia

1124

224

22

3 

Sumbawa besar 

1404 

183 

25 

4 

Empang 

345 

35 

3 

5 

Pekat 

977 

220 

10 

6 

Sanggar – Kilo

1419 

320 

14

7 

Dompu 

375 

63 

6 

8 

Bima 

1102 

165 

16 

9 

Tawali – Sape

363 

36 

3 


 

Dari 9 (sembilan) CAT yang ada di Provinsi NTB, 6 (enam) CAT memiliki batas lintas Kabupaten/Kota, yaitu CAT Mataram – Selong, Tanjung – Sambelia, Empang, Pekat, Sanggar – Kilo dan Bima, sehingga pengelolaanya perlu dilakukan bersama – sama oleh pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota yang terkait.

Sampai tahun 2007 telah dilakukan penyelidikan potensi air tanah pada CAT Tanjung – Sambelia, Mataram – Selong, Sumbawa Besar, Empang, Dompu dan Bima. Penyelidikan tersebut menghasilkan zona pengendalian pengambilan air tanah, termasuk juga batas-batas daerah resapan.

Wilayah yang terletak di luar cekungan air tanah merupakan daerah dengan kandungan air tanah yang potensialnya terbatas dan penyelenggaraan pengelolaan air tanah di wilayah tersebut sama dengan ketentuan yang diterapkan pada cekungan air tanah.

Untuk Pulau Lombok, wilayah di luar cekungan air tanah terdapat di bagian selatan yang umumnya merupakan daerah dengan potensi air tanah yang terbatas. Sedangkan di Pulau Sumbawa, wilayah yang belum termasuk ke dalam cekungan air tanah mencakup wilayah Kabupaten Sumbawa Barat, bagian tengah dan selatan Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Bima.


 


 

  1. SISTEMATIKA RAPERDA

Rancangan Peraturan Daerah ini terdiri dari 10 Bab dan 23 pasal, dengan sistematika Bab sebagai berikut :

Bab I     Ketentuan Umum

Berisi pengertian dan istilah-istilah yang dipergunakan dalam Rancangan Perda Pengelolaan Air Tanah di NTB.

Bab II    Ruang Lingkup

Berisi batasan berlakunya Rancangan Perda serta cakupan kegiatan pengelolaan.

Bab III     Kewenangan

Memuat kewenangan yang dilaksanakan oleh Gubernur dan pelaksanaannya.

Bab IV    Pengelolaan

Mencakup ketentuan mengenai kegiatan inventarisasi, pendayagunaan, pemanfaatan dan peruntukan, konservasi dan pemantauan air tanah.

Bab V    Perizinan dan Rekomendasi Teknis

Berisi hubungan antara kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota dalam hal pemberian izin pemanfaatan air tanah, hak dan kewajiban pemegang izin serta berakhirnya izin.

Bab VI    Pengawasan Dan Pengendalian

Berisi ketentuan tentang pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan air tanah yang dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota.

Bab VII    Pelanggaran

Memuat ketentuan mengenai pelanggaran dalam pemanfaatan air tanah.

Bab VIII    Penyidikan

Berisi ketentuan mengenai pelaksanaan penyidikan terhadap pelanggaran dalam pemanfaatan air tanah.

Bab IX    Ketentuan Pidana

Sanksi pidana terhadap pelanggaran dalam pemanfaatan air tanah.

Bab X    Ketentuan Penutup


 


 

  1. PENGELOLAAN AIR TANAH

    a. Pengelolaan

    1. Asas Pengelolaan

    Ketersediaan air tanah, berada pada lapisan tanah berupa cekungan air tanah. Cekungan air tanah meliputi daerah-daerah dimana berlangsung kejadian hidrogeologis. Berdasarkan cakupan luasnya, maka cekungan air tanah tidak selalu sama dengan batas administrasi, bahkan pada satu wilayah cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah administrasi Kabupaten/Kota, maka pengelolaan air tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yaitu mencakup kawasan pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan. Oleh karena itu pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama pemerintah Kabupaten/Kota agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu dalam satu wilayah cekungan air tanah.


 

2. Kegiatan Pengelolaan.

Pada prinsipnya kegiatan pengelolaan air tanah terbagi dalam kegiatan inventarisasi, konservasi dan pendayagunaan air tanah.


 

Inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi potensi air tanah pada setiap cekungan air tanah serta untuk mengetahui kondisi pengambilan air tanah diseluruh cekungan tersebut.


 

Konservasi bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap seluruh tatanan hidrologis air tanah serta melakukan kegiatan pemantauan muka air tanah serta pemulihan terhadap wilayah cekungan yang sudah dinyatakan rawan atau kritis.


 

Perencanaan pendayagunaan bertujuan untuk melaksanakan perencanaan terhadap pengambilan air tanah, pemanfaatan lahan di daerah resapan, daerah pengaliran dan daerah pengambilan.


 

Pengawasan dan pengendalian bertujuan untuk mengawasi dan mengendalikan terhadap kegiatan dan pengambilan air tanah, baik dari aspek teknis maupun kualitas dan kuantitas.


 

3. Perizinan

Perizinan pengambilan air tanah merupakan salah satu alat pengendali dalam pengelolaan air tanah. Pemberian perizinan pengambilan air tanah dikeluarkan oleh Bupati/Walikota. Agar pelaksanaan pengelolaan berlangsung secara terpadu dalam suatu cekungan air tanah yang meliputi lebih dari satu Wilayah Kabupaten/Kota, maka perlu ditetapkan kebijakan yang sama. Dalam hal izin pengambilan air diberikan oleh Bupati/Walikota setelah mempertimbangkan persyaratan / rekomendasi teknis dari Pemerintah Provinsi.


 

Sesuai dengan fungsinya, maka izin pengambilan air tanah merupakan dasar ditetapkannya pajak pengambilan air tanah.


 

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan pengambilan air tanah dilaksanakan secara terkoordinasi antara pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Sepanjang menyangkut hal-hal yang bersifat teknis pemerintah Provinsi memberikan dukungan dan fasilitas, sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan administratif oleh penerintah Kabupaten/Kota.