Senin, 02 Maret 2009

NASKAH AKADEMIK RAPERDA PENGELOLAAN AIRTANAH

NASKAH AKADEMIK


 

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

NOMOR    : TAHUN 2009


 

TENTANG

PENGELOLAAN AIR TANAH

DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT


 


 

  1. LATAR BELAKANG

Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, karena fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Oleh karena itu air tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, sehingga selalu tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk seluruh masyarakat. Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan serta pengentasan kemiskinan dan kelaparan.

Salah satu
agenda deklarasi "Millenium Development Goals (MDG'S)", yakni agenda No. 7 adalah "Ensure Environmental Sustainability", yaitu diantaranya meningkatkan pelayanan agar pada tahun 2015 dapat mengurangi separuh proporsi penduduk yang saat ini belum memiliki akses air minum yang berkelanjutan.

Air tanah tersimpan dalam lapisan tanah mengandung air yang terbentuk melalui daur hidrologi. Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, akan tetapi tidak di setiap tempat terdapat air tanah, tergantung pada sifat fisik tanah dan batuan, terutama kesarangan dan kelulusannya, serta curah hujan.

Pengambilan air tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum, rumah tangga maupun pembangunan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan. Hal ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang dapat merugikan apabila tidak dikelola secara bijaksana.

Pengambilan air tanah yang melampaui kemampuan pengimbuhannya akan mengakibatkan krisis air tanah dan gejala kemerosotan lingkungan lainnya seperti penurunan muka air tanah, penurunan permukaan tanah serta penyusupan air laut pada daerah pantai. Apabila kondisi tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan rangkaian kerugian lain yang lebih besar, misalnya kelangkaan air, terhentinya kegiatan industri secara tiba-tiba, kerusakan bangunan dan meluasnya daerah banjir.

Karena berada di bawah tanah, maka kerusakan air tanah tidak akan langsung terlihat. Kondisi dan lingkungan air tanah yang rusak sangat sulit untuk direhabilitasi atau dipulihkan. Walaupun secara teknis air tanah termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, pemulihan kerusakannya memerlukan waktu yang sangat lama, sedangkan air merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap saat. Dengan sifat-sifat dan karakter seperti ini, maka pengelolaan air tanah memerlukan pengaturan yang bersifat khusus didasarkan pada kaidah-kaidah geologi dan karakteristik air tanah meliputi keterdapatan, ketersediaan, penyebaran, dan kualitas air tanah serta lingkungan keberadaannya.

Cekungan air tanah tidak selalu sama dengan batas administrasi, bahkan suatu wilayah cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah administrasi Kabupaten/Kota, sehingga pengelolaan air tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yaitu mencakup kawasan pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan. Oleh karena itu pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama pemerintah Kabupaten/Kota agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu dalam satu wilayah cekungan air tanah.

Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah yang mencakup inventarisasi, konservasi dan pendayagunaan air tanah perlu diarahkan untuk mewujudkan kelestarian, kesinambungan ketersediaan serta kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.


 

  1. DASAR PERATURAN

    a. Undang – Undang Dasar 1945

    Air tanah merupakan Karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu menjadi kewajiban kita bersama untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut secara bijaksana bagi sebesar besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 Ayat (3).


 

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air telah mengatur landasan pokok dalam pengelolaan air tanah. Dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan air tanah berdasarkan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah lintas Kabupaten / Kota merupakan kewenangan Gubernur yang perlu diatur.

Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air meliputi:

  • cekungan air tanah dalam satu kabupaten / kota;
  • cekungan air tanah lintas kabupaten / kota;
  • cekungan air tanah lintas provinsi; dan
  • cekungan air tanah lintas negara;

Cekungan air tanah merupakan dasar penentuan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf (g), Pasal 15 huruf (g) dan Pasal 16 huruf (f) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Karena wilayah cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah administrasi Kabupaten/Kota, maka pengelolaan air tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yang pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama pemerintah Kabupaten/Kota agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu.


 

c. Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah

Mengatur tentang Kebijakan Teknis Pengelolaan Air Tanah yang terpadu sebagai bagian dari Kebijakan Sumber Daya Air. Kebijakan teknis tersebut didasarkan pada Cekungan Air Tanah yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Kebijakan Teknis ditujukan sebagai arahan dalam penyelenggaraan Konservasi air tanah, Pendayagunaan air tanah, Pengendalian daya rusak air tanah, Sistem informasi air tanah dengan memperhatikan kondisi air tanah setempat.

Kebijakan teknis tersebut dituangkan dalam Strategi Pengelolaan Air Tanah sebagai bagian dari Pola Pengelolaan Sumber Daya Air.

Strategi Pengelolaan kemudian dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Air Tanah sebagai bagian dari Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, baik air tanah, air permukaan, air hujan dan air laut.


 

d. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.

Selama peraturan pelaksanaan PP 43 Tahun 2008 belum diundangkan, maka pedoman teknis mengacu pada Kepmen No 1451 Tahun 2000.

Kepmen ini mengatur tentang pengelolaan air bawah tanah, termasuk mengenai cekungan air bawah tanah yang melintasi batas wilayah. Pada Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota ditetapkan oleh masing-masing Gubernur atau Bupati/Walikota berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur.

Keputusan ini juga memuat kegiatan dan pelaksanaan pengelolaan air bawah tanah.


 


 

  1. KONDISI CEKUNGAN AIR TANAH DI NUSA TENGGARA BARAT

    Di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat 9 (sembilan) cekungan air tanah (CAT) yaitu :

No 

Nama CAT 

Luas (km2)

Potensi (juta m3/tahun)

   

Air tanah bebas 

Air tanah tertekan 

1 

Mataram – Selong

2366

662

8

2 

Tanjung – Sambelia

1124

224

22

3 

Sumbawa besar 

1404 

183 

25 

4 

Empang 

345 

35 

3 

5 

Pekat 

977 

220 

10 

6 

Sanggar – Kilo

1419 

320 

14

7 

Dompu 

375 

63 

6 

8 

Bima 

1102 

165 

16 

9 

Tawali – Sape

363 

36 

3 


 

Dari 9 (sembilan) CAT yang ada di Provinsi NTB, 6 (enam) CAT memiliki batas lintas Kabupaten/Kota, yaitu CAT Mataram – Selong, Tanjung – Sambelia, Empang, Pekat, Sanggar – Kilo dan Bima, sehingga pengelolaanya perlu dilakukan bersama – sama oleh pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota yang terkait.

Sampai tahun 2007 telah dilakukan penyelidikan potensi air tanah pada CAT Tanjung – Sambelia, Mataram – Selong, Sumbawa Besar, Empang, Dompu dan Bima. Penyelidikan tersebut menghasilkan zona pengendalian pengambilan air tanah, termasuk juga batas-batas daerah resapan.

Wilayah yang terletak di luar cekungan air tanah merupakan daerah dengan kandungan air tanah yang potensialnya terbatas dan penyelenggaraan pengelolaan air tanah di wilayah tersebut sama dengan ketentuan yang diterapkan pada cekungan air tanah.

Untuk Pulau Lombok, wilayah di luar cekungan air tanah terdapat di bagian selatan yang umumnya merupakan daerah dengan potensi air tanah yang terbatas. Sedangkan di Pulau Sumbawa, wilayah yang belum termasuk ke dalam cekungan air tanah mencakup wilayah Kabupaten Sumbawa Barat, bagian tengah dan selatan Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Bima.


 


 

  1. SISTEMATIKA RAPERDA

Rancangan Peraturan Daerah ini terdiri dari 10 Bab dan 23 pasal, dengan sistematika Bab sebagai berikut :

Bab I     Ketentuan Umum

Berisi pengertian dan istilah-istilah yang dipergunakan dalam Rancangan Perda Pengelolaan Air Tanah di NTB.

Bab II    Ruang Lingkup

Berisi batasan berlakunya Rancangan Perda serta cakupan kegiatan pengelolaan.

Bab III     Kewenangan

Memuat kewenangan yang dilaksanakan oleh Gubernur dan pelaksanaannya.

Bab IV    Pengelolaan

Mencakup ketentuan mengenai kegiatan inventarisasi, pendayagunaan, pemanfaatan dan peruntukan, konservasi dan pemantauan air tanah.

Bab V    Perizinan dan Rekomendasi Teknis

Berisi hubungan antara kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota dalam hal pemberian izin pemanfaatan air tanah, hak dan kewajiban pemegang izin serta berakhirnya izin.

Bab VI    Pengawasan Dan Pengendalian

Berisi ketentuan tentang pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan air tanah yang dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota.

Bab VII    Pelanggaran

Memuat ketentuan mengenai pelanggaran dalam pemanfaatan air tanah.

Bab VIII    Penyidikan

Berisi ketentuan mengenai pelaksanaan penyidikan terhadap pelanggaran dalam pemanfaatan air tanah.

Bab IX    Ketentuan Pidana

Sanksi pidana terhadap pelanggaran dalam pemanfaatan air tanah.

Bab X    Ketentuan Penutup


 


 

  1. PENGELOLAAN AIR TANAH

    a. Pengelolaan

    1. Asas Pengelolaan

    Ketersediaan air tanah, berada pada lapisan tanah berupa cekungan air tanah. Cekungan air tanah meliputi daerah-daerah dimana berlangsung kejadian hidrogeologis. Berdasarkan cakupan luasnya, maka cekungan air tanah tidak selalu sama dengan batas administrasi, bahkan pada satu wilayah cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah administrasi Kabupaten/Kota, maka pengelolaan air tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yaitu mencakup kawasan pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan. Oleh karena itu pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama pemerintah Kabupaten/Kota agar terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu dalam satu wilayah cekungan air tanah.


 

2. Kegiatan Pengelolaan.

Pada prinsipnya kegiatan pengelolaan air tanah terbagi dalam kegiatan inventarisasi, konservasi dan pendayagunaan air tanah.


 

Inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi potensi air tanah pada setiap cekungan air tanah serta untuk mengetahui kondisi pengambilan air tanah diseluruh cekungan tersebut.


 

Konservasi bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap seluruh tatanan hidrologis air tanah serta melakukan kegiatan pemantauan muka air tanah serta pemulihan terhadap wilayah cekungan yang sudah dinyatakan rawan atau kritis.


 

Perencanaan pendayagunaan bertujuan untuk melaksanakan perencanaan terhadap pengambilan air tanah, pemanfaatan lahan di daerah resapan, daerah pengaliran dan daerah pengambilan.


 

Pengawasan dan pengendalian bertujuan untuk mengawasi dan mengendalikan terhadap kegiatan dan pengambilan air tanah, baik dari aspek teknis maupun kualitas dan kuantitas.


 

3. Perizinan

Perizinan pengambilan air tanah merupakan salah satu alat pengendali dalam pengelolaan air tanah. Pemberian perizinan pengambilan air tanah dikeluarkan oleh Bupati/Walikota. Agar pelaksanaan pengelolaan berlangsung secara terpadu dalam suatu cekungan air tanah yang meliputi lebih dari satu Wilayah Kabupaten/Kota, maka perlu ditetapkan kebijakan yang sama. Dalam hal izin pengambilan air diberikan oleh Bupati/Walikota setelah mempertimbangkan persyaratan / rekomendasi teknis dari Pemerintah Provinsi.


 

Sesuai dengan fungsinya, maka izin pengambilan air tanah merupakan dasar ditetapkannya pajak pengambilan air tanah.


 

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan pengambilan air tanah dilaksanakan secara terkoordinasi antara pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Sepanjang menyangkut hal-hal yang bersifat teknis pemerintah Provinsi memberikan dukungan dan fasilitas, sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan administratif oleh penerintah Kabupaten/Kota.

1 komentar:

  1. Kalo saya baca, raperda ini mirip sekali dengan PP 38 tahun 2007, nggak ada yang lain??

    BalasHapus